Rabu, 30 Juli 2008

visi & misi

Visi

Meningkatkan kesadaran berbangsa, menguatkan jati diri dan menyatukan potensi bangsa, bergerak menuju bangsa maju di dunia.

Misi

  • Menumbuhkan dan meningkatkan kesadaran dan semangat juang masyarakat.
  • Memperkuat kepribadian bangsa, memperkokoh nilai-nilai budaya bangsa, mempertebal rasa harga diri dan kebanggan nasional.
  • Mempertebal (memperkuat) jiwa persatuan dan kesatuan bangsa dalam mewujudkan Indonesia yang damai (peace), adil (justice), demokratis (democracy), dan sejahtera (prosperity).

Tema

Dengan Semangat 100 tahun Kebangkitan Nasional Kita Tingkatkan Kesadaran Berbangsa dan Bernegara Menuju Indonesia yang damai, adil, demokratis, dan sejahtera.

Sub Tema

  • Jalin persatuan dan kesatuan bangsa dalam kehidupan yang demokratis;
  • Kehidupan demokrasi merupakan cermin bangsa yang bermanfaat;
  • Bangkitlah bangsaku, berpadu membangun Indonesia Sejahtera;
  • Bersatulah bangsaku, jayalah negeriku;
  • Bangkitlah Indonesiaku dalam keutuhan negeriku.

Minggu, 27 Juli 2008

Kebohongan Publik Boedi Oetomo Terhadap Peran Umat Islam

100 Tahun Kebangkitan Nasional: Kebohongan Publik Boedi Oetomo Terhadap Peran Umat Islam

Syabab.Com - Hari ini sebagian bangsa Indonesia mengakui sedang memperingati 100 tahun kebangkitan nasional. Ini dihitung dari kelahiran Boedi Oetomo (BO), padahal BO lahir hanya bersifat kesukuan dan tunduk pada Belanda. Peringatan kebangkitan nasional mengacu pada tahun 1908 dengan lahirnya Boedi Oetomo, merupakan peminggiran atau penghapusan peran Islam. Pembohongan publik sekularis Indonesia terhadap peran perjuangan umat Islam.

"Boedi Oetomo itu bertujuan menciptakan hubungan yang harmoni dengan priyayi yang birokratis, tidak berjuang untuk seluruh rakyat yang terjajah. Oleh karena itu tidak pantas sesungguhnya kalau Boedi Oetomo itu diperingati sebagai tonggak kebangkitan nasional," kata Maman Kh, pengamat sejarah dari UIN Syarif Hidayatullah Jakarta pada acara Diskusi Publik Menuju Kebangkitan Indonesia.

Acara yang digelar oleh Hizbut Tahrir Indonesia Jawa Barat pada Selasa (20/05) ini dihadiri lebih dari 1000 warga Jawa Barat dari berbagai kalangan baik anak muda maupun tua, pria dan wanita memadati Masjid Istiqamah Jalan Citarum. Selain Maman Kh, hadir sebagai pembicara lannya yaitu pengamat ekonomi dari Universitas Islam Bandung (UNISBA), Hady Sutjipto, SE., M.Si. dan ketua lajnah siyasiyah DPP HTI, Ir. M. Rahmat Kurnia, M.Si.

Menurut Maman Kh. banyak fakta-fakta sejarah yang diselewengkan. Menurut ia, pertama kali diadakannya peringatan hari kebangkitan nasional yaitu pada tahun 1948, setelah Indonesia merdeka. Yang dianggap sebagai tonggak kebangkitan nasional itu adalah Boedi Oetomo bukan Sarikat Islam. Padahal Syarikat Islam lahir lebih dulu, pada 1905 dengan nama Syarikat Dagang Islam dan sifatnya lebih nasional serta benar-benar berjuang untuk terlepas dari penjajah.

"Tidak pantas kalau Boedi Oetomo itu sebagai tonggak kebangkitan Nasional," kata Maman Kh.

"Ada sekelompok elit politik yang tidak suka melihat Islam tapi ingin melihat Boedi Oetomo itulah yang ditampilkan sebagai pelopor kebangkitan nasional," imbuhnya lagi.

Menurut Maman Kh. terdapat marginalisasi peran terhadap islam. Ini tidak terlepas dari pengaruh Belanda yang telah mendidik para intelektual negeri ini yang sekularisme. Dalam sebuah sumber disertasi, menurutnya Belanda sangat ketakutan terhadap Islam.

Maka ada Snouck Hurgronje yang mengkaji masalah-masalah pribumi, yakni kaum Muslim. Ia mengeluarkan sejumlah rekomendasi kebijakan terhadap Islam.

Rekomendasi Snouck Hurgronje ini diantaranya tidak melakukan kristenisasi secara langsung, kecuali daerah Pelbegu dan Tapanuli, pemilahan ajaran Islam, asosiasi kebudayaan, ordonisasi guru, dan ordonasi sekolah liar. Intinya, Belanda mempersiapkan orang-orang yang sekular, yang memisahkan agama dari kehidupan. Belanda menginkan untuk menjauhkan umat Islam itu dari Islam dan dekatkan kepada budaya barat. Hal itu dilakukan dengan pendidikan bagi para bangsawan. Marginalisasi Islam ini diakui bukan hanya dalam aspek sejarah tetapi juga dalam aspek-aspek lainnya.

Memang, sejak awal Barat telah memberikan skenario dalam melenyapkan Islam. Diantaranya mendidik para intelektual-intelektual anak-anak muslim dengan cara pandang Barat yang sekular. Kebohongan publik akan sejarah kebangkitan negeri ini yang menjauhkan peran Islam terus dipaksakan baik melalui pendidikan sekular maupun melalui berbagai media. Tidak ada cara bagi kaum Muslim untuk mengungkap kebohongan publik ini. Sejarah Indonesia adalah sejarah perjuangan umat Islam mulai dari Pangeran Dipenogoro hingga Jendral Soedirman, mereka berjuang dengan landasan Islam. Namun ketika Barat mencengkram para elit politik negeri ini, TNI lebih didominasi oleh para sekularis. Menyedihkan. [z/m/syabab.com]

Rabu, 23 Juli 2008





Susilo Bambang Yudoyono & Jusuf Kalla


Sejarah Kebangkitan Nasional

Sejarah Kebangkitan Nasional

Sembilan puluh sembilan tahun yang lampau, tepatnya pada tanggal 20 Mei 1908, berdirilah sebuah organisasi penggerak kebangkitan bangsa, Boedi Oetomo. Hari tersebut kemudian dikenang sebagai Hari Kebangkitan Nasional. Kala itu bangkitlah suatu kesadaran tentang kesatuan kebangsaan untuk menentang kekuasaan penjajahan Belanda yang telah berabad-abad lamanya berlangsung di tanah air. Boedi Oetomo saat itu, merupakan perkumpulan kaum muda yang berpendidikan dan peduli terhadap nasib bangsa, yang antara lain diprakarsai oleh Dr.Soetomo, Dr.Wahidin Soedirohoesodo, Dr.Goenawan dan Suryadi Suryaningrat (Ki Hajar Dewantara).
Pahit getirnya perjuangan bangsa Indonesia jauh sebelum 1908 mencatat begitu banyak kenangan berharga dan begitu banyak kenangan yang mengharukan. Awal kebangkitan Nasional bukanlah terjadi dengan sendirinya tetapi berawal dari rasa keprihatinan terhadap kebodohan, kemiskinan dan keterbelakangan. Saat itu Belanda menelantarkan pendidikan Bangsa Indonesia, rakyat dibiarkan bodoh, melarat dan menderita.
Kondisi tersebut ternyata tidaklah lama. Orang-orang berpendidikan mulai unjuk amal. Mereka mulai bergerak menyuarakan hak-hak bangsa. Jumlah mereka pun semakin bertambah. Banyaknya orang pintar dan terpelajar di Indonesia kala itu merupakan salah satu factor munculnya kebangkitan nasioanl. Orang-orang terpelajarlah yang berperan sebagai pionir bagi masyarakat lainnya untuk sadar dan bersatu menuju kesatuan bangsa demi menghapuskan penjajahan Belanda. Saat itu orang-orang terpelajar mendirikan organisasi di setiap daerah. Jong Ambon (1909), Jong Java dan Jong Celebes (1917), Jong Sumatera dan Jong Minahasa (1918). Pada tahun 1911 juga berdiri organisasi Sarikat Islam, 1912 Muhammadiyah, 1926 Nahdlatul Ulama, dan kemudian pada tahun 1927 berdiri Partai Nasional Indonesia. Perjuangan yang panjang itu, akhirnya mencapai puncaknya pada kemerdekaan bangsa, yang diproklamasikan pada tanggal 17 Agustus 1945.
Gerakan Reformasi 1998 yang menumbangkan kekuasaan yang sentralistik, merupakan gerakan moral sebagai lanjutan kebangkitan bangsa. Kebangkitan dari kebobrokan mental yang ada dalam pemerintahan RI. Kebangkitan dari kepincangan hukum yang tidak adil menuju tuntutan rakyat demi menciptakan pemerintahan yang bersih dari korupsi, Kolusi dan Nepotisme (KKN).
Memang zaman telah berubah, dulu , kini dan esok sangat berbeda, tetapi semangat dan perjuangan kemanusiaan dan kebangsaan yang terkandung dalam Hari Kebangkitan Nasional tidak terikat oleh ruang dan waktu. Indonesia sekarang ini sesungguhnya merupakan hasil dari suatu perjuangan bangsa yang amat panjang dan meminta korban yang amat besar, baik ketika berjuang untuk mewujudkannya, maupun ketika untuk mempertahankannya. Oleh karena itu, pendidikan yang merupakan inti dari kebangkitan nasional perlu kita tingkatkan saat ini demi tercapainya kebangkitan nasional kedua menuju kemajuan global.
Wajah Pendidikan Indonesia Terkini
Saat ini, indonesia sedang dilanda krisis multidimensi. Beberapa diantaranya adalah krisis ekonomi yang membuat kemiskinan meraja lela dan krisis akhlak yang menimbulkan kriminalitas. Permasalahan ini diakibatkan oleh lemahnya sistem pendidikan baik dari segi dana, fasilitas, maupun materi. Bila masalah ini tidak dikaji dan dibenahi secara serius, kemajuan negara yang didambakan akan lambat tercapai.
Pendidikan di negara ini perlu dibenahi lagi secara terprogram. Banyak permasalahan yang melanda apspek pendidikan di tanah air ini. Permasalahan itu dianatarnya menyangkut aspek ekonomi (anggaran), kurrikulum (materi dan system), dan atensi pada guru.
Anggaran dana pendidikan kita masih kurang. Pendidikan yang layak hanya mampu membina generasi-generasi tunas bangsa yang berasal dari golongan menengah ke atas. Sementara mereka yang berasal dari strata bawah kurang mendapat perhatian pendidikan yang layak dan terprogram secara terstruktur. Dalam UU Nomor 18 tahun 2006 tentang APBN tahun anggaran 2007 pemerintah hanya mengalokasikan anggaran pendidikan sebesar Rp 90,10 triliun. Jumlah itu hanya 11,8 persen dari total APBN 2007 yang besarnya mencapai Rp 763,6 triliun. Hal ini bertentangan dengan Pasal 31 ayat 4 UUD RI 1945 yang menyatakan negara memprioritaskan anggaran pendidikan sekurang-kurangnya 20 persen dari APBN dan APBD. (data 18 Januari 2007). Jika anggaran pendidikan seperti ini, mana mungkin masyarakat yang berpendidikan akan tercipta? Mana mungkin proses kebangkitan bangsa akan berkembang pesat?
Kurrikulum pendidikan sekolah formal lebih banyak menekankan aspek teoritis generalis daripada aplikasi dan spesialisasi. Pendalaman terhadap ilmu pun hanya berkisar pada tataran idealis berdasarkan teori bukan kepada masalah realistis, sehingga pengembangan kreativitas dan keahlian bidang IPTEK berjalan kurang baik. Hal inilah menyebabkan bangsa ini kurang produktif dalam menghasilkan produk-produk teknologi.
Pembinaan akhlak yang berlandaskan pada agama pun masih kurang. Pelajaran agama terkadang hanya dipandang sebagai penambah wawasan tanpa diwujudkan dalam bentuk moral dan akhlakul karimah. Ingatlah pepatah, Knowledge is power but character is more. Ilmu pengetahuan adalah utama, tetapi karakter (moral) lebih utama. Dan moral akan terbentuk bila seseorang memiliki pemahaman agama yang komprehensif. Terasa hampa jika pengetahuan kita luas dan IPTEK maju tapi pribadi kita sempit, egois, dan jauh dari etika moral yang mulia. Adalah kewajiban kita membentuk karakteristik ilmu padi. Semakin tumbuh tinggi, semakin merunduk. Semakin tinggi pengetahuan semakin rendah hati dan menjadi teladan bagi masyarakat baik dalam segi pemikiran maupun tindakan. Inilah yang kurang terasa pada output pendidikan saat ini.
Permasalahan pendidikan lain yang terjadi pada masyarakat kita adalah kurangnya atensi dan penghargaan pada guru. Pahalal merekalah tulang punggung peradaban bangsa yang memberantas kebodohan yang melanda masyarakat. Adalah wajib bagi seorang guru untuk mendapat reward yang besar.
Dalam konteks persekolahan guru adalah ujung tombak. Guru memegang peranan yang sangat penting untuk menjamin proses pembelajaran bisa berlangsung. Mungkin itulah yang menjadi landasan pikiran bagi Ho Chi Min (bapak pendidikan Vietnam) yang mengatakan bahwa, No teacher No education. No education, no economic and social development. Begitu tingginya arti seorang guru bagi pembelajaran bangsa ini.
Bercerminlah pada Jepang. Ketika Hirosima dan Nagasaki dibom oleh tentara sekutu menggunakan bom atom sampai luluh lantah, Sang kaisar Jepang, Hirohito dengan penuh kekhawatiran langsung bertanya kepada pusat informasi. Tahukah anda apa yang dia tanyakan? Kaisar Hirohito bukan menanyakan berapa jumlah tentara, tank, pesawat tempur, kapal perang yang ada atau jumlah aset negara yang tersisa. Tapi yang ia tanyakan adalah berapa jumlah guru yang masih hidup? Luar biasa! Begitu fahamnya pemahaman sang pemimpin akan fungsi guru. Dia tidak khawatir Jepang akan hancur selamanya, karena guru masih banyak yang hidup. Memang tidaklah aneh, hanya dalam waktu yang singkat, Jepang sudah kembali seperti semula sebagai negara maju, berkat memaksimalkan fungsi guru.
Pendidikan indonesia harus segera dibenahi dan mendapat perhatian yang besar. Karena pendidikan adalah tonggak akselerasi kebangkitan nasional di era globalisasi ini. Kerja sama, analisa, dan dialog solutif perlu dilaksanakan oleh pemerintah dengan para pakar pendidikan, guru, scientist, ulama, dan pengusaha. Dengan usaha itu diharapkan permasalahan pendidikan (dana, kurrikulum dan sistem serta atensi pada SDM pendidikan) akan terpecahkan secara terprogram dan terstruktur. Jika hal ini berhasil, tidaklah mustahil kita, bangsa Indonesia akan mampu menjadi negara maju minimal sejajar dengan negara-negara barat. (Aep Saepudin)(google)

Selasa, 22 Juli 2008

Memaknai Hari Kebangkitan Nasional

SETIAP tanggal 20 Mei, diperingati sebagai Hari Kebangkitan Nasional. Sejarah kita mencatat tokoh intelektual lokal pada masa itu, yakni dr. Wahidin Sudirohusodo, alumni Sekolah Dokter Jawa (STOVIA), memprakarsai pembentukan sebuah organisasi modern yang bergerak di bidang pendidikan dan kebudayaan.
Pada 20 Mei 1908, dia mengumpulkan para murid dari STOVIA, OSVIA, Sekolah Guru, Sekolah Pertanian, dan Sekolah Kedokteran Hewan di Jakarta, yang melahirkan Budi Utomo.
Dalam perjalanannya, Budi Utomo memang tidak lebih dari organisasi para priyayi Jawa dan kurang berperan dalam kancah politik maupun perjuangan kemerdekaan. Namun, gagasan mengenai perlunya membangun kesadaran berbangsa melalui pendidikan dan kebudayaan adalah terobosan pemikiran pada masa itu.
Semangat inilah yang terus berusaha dikumandangkan oleh para founding fathers republik dan para penerusnya demi menjaga dan memelihara persatuan dan kesatuan bangsa. Kini, yang menjadi pertanyaan kita: dalam situasi bangsa yang seperti sekarang ini, ketika arus disintegrasi menguat dan segala urusan senantiasa diwarnai nuansa SARA, masihkah makna Hari Kebangkitan Nasional 20 Mei 2008 relevan?
Jujur saja, mungkin banyak di antara kita yang ragu menjawab bahwa nilai-nilai itu masih relevan, apalagi melihat fakta bahwa apa yang terjadi di lapangan sangat berbeda antara bumi dan langit dengan nilai-nilai yang ingin ditanamkan. Terutama di tengah-tengah situasi di mana kualitas hidup yang dijalani sebagian besar rakyat Indonesia semakin menurun, sementara sebagian lainnya makin makmur dan sejahtera. Kesenjangan itu sangat nyata, bukan saja antar masyarakat, tetapi juga antar daerah.
Artinya, bila pertanyaan mengenai relevansi Kebangkitan Nasional itu menguat, berarti juga merepresentasikan situasi di alam bawah sadar maupun alam sadar kita apakah masih relevan kita hidup bersama-sama sebagai satu bangsa, satu negara yang bernama Republik Indonesia?
Itulah pertanyaan besar dan sangat mendasar. Dan hal itu tidak bisa dijawab hanya melalui kegiatan-kegiatan yang digalang oleh Kementrian Komunikasi dan Informatika dalam rangka Harkitnas 2007 ini. Kegiatan-kegiatan seremonial seperti itu tak lebih dari sekadar upaya mengingatkan bahwa 99 tahun lalu ada pergerakan untuk membangkitkan kesadaran masyarakat (di Jawa) mengenai sebuah nation, sebuah bangsa.
Kita setuju bahwa rasa persatuan dan kesatuan sebagai sesama bangsa Indonesia adalah aset, potensi, dan kekuatan yang dibutuhkan dalam menjaga keutuhan Republik Indonesia, dan dalam menghadapi berbagai krisis yang masih mencengkeram sampai saat ini. Namun bagaimana mewujudkan itu dalam kenyataan?
Tahun depan sudah dicanangkan akan diperingati sebagai satu abad (100 tahun) Hari Kebangkitan Nasional, mungkin peristiwa itu akan diramaikan dengan berbagai kegiatan dan seremoni yang meriah. Namun, berbagai kegiatan itu juga tidak akan mampu menjawab pertanyaan: apakah insentif dan keuntungan kita menjadi satu bangsa yang bergabung dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia?
Pertanyaan seperti itu sangat dirasakan oleh saudara-saudara kita yang tinggal di pulau-pulau lain di luar Jawa, sebab banyak di antara mereka yang tidak tersentuh oleh pembangunan. Di wilayah-wilayah yang berbatasan dengan negara-negara tetangga seperti Malaysia, Filipina atau Singapura, lebih menguntungkan berhubungan langsung dengan para tetangga itu ketimbang dengan Jakarta, yang memang lebih jauh jaraknya.
Sampai hari ini, kita harus mengakui bahwa pembangunan masih berorientasi di dan ke Jawa, yang memang harus diakui pula sebagai pulau yang paling padat penduduknya. Namun kenyataan itu tidak boleh membuat pemerintah kemudian mengabaikan pembangunan di wilayah-wilayah lain di luar Jawa.
Lebih konkret lagi, pemerintah harus memberikan insentif kepada wilayah-wilayah lain itu untuk menunjukkan bahwa tergabung dalam Republik Indonesia memang menguntungkan, mensejahterakan, memberi keadilan, memberi rasa damai dan tenteram dst.
Menurut hemat kita, harus ada upaya-upaya khusus untuk pembangunan lebih banyak pelabuhan, membangun armada kapal nasional yang besar, memperbaiki dan memperbanyak bandar-bandar udara, memperbaiki dan membangun jalan-jalan, sekolah, rumah sakit dll. di wilayah-wilayah luar Jawa. Pembangunan infrastruktur dasar seperti itu akan menyadarkan rakyat bahwa memang ada manfaat dan insentif menjadi bangsa Indonesia.
Masalahnya adalah tayangan kelakuan para pemimpin di aras nasional yang cenderung memperlihatkan mereka hanya cari kekayaan sendiri atau cari selamat sendiri (terbukti dari banyaknya kasus-kasus korupsi yang tidak semakin surut). Hal-hal seperti itu sama sekali tidak mendukung upaya membangun sebuah semangat kebangsaan.
Dalam keterbatasannya, dr Wahidin dan kawan-kawannya telah membawa terobosan sejarah. Saat ini, sesungguhnya kita juga membutuhkan seorang pemimpin yang berani melangkah maju menuju era Kebangkitan Nasional Kedua, seorang pemimpin yang punya visi membawa lompatan kemajuan besar bagi bangsanya, seperti pernah dan telah dialami tetangga-tetangga dekat kita. Tetapi tampaknya kita memang masih berada di taraf Baru Bisa Mimpi, seperti tayangan acara di televisi.



Kebangkitan Nasional Sesungguhnya

Sebenarnya sudah teramat banyak artikel yang mengupas tentang hal ini. Hanya mereka yang malas membacalah yang tidak mengetahui bahwa berdirinya Syarikat Dagang Islam (SDI) tiga tahun sebelum BO, jadi di tahun 1905, yang patut dijadikan Hari kebangkitan Nasional. Karena SDI yang kemudian menjelma menjadi Syarikat Islam (SI) adalah organisasi bangsa Indonesia dari Sabang hingga Merauke (bukan hanya Jawa dan Madura seperti halnya BO) yang pertama kali yang berhasil menghimpun semua anak bangsa dan mencita-citakan Indonesia merdeka.
Anggaran dasar dan anggaran rumah tangga SDI dan kemudian SI memakai bahasa melayu sebagai bahasa asal Bahasa Indonesia. Demikian pula di dalam rapat-rapat resminya, organisasi ini mempergunakan bahasa melayu dan diharamkan mempergunakan bahasa Belanda karena dianggap sebagai bahasa kaum penjajah.
Bagi yang belum pernah mendengar hal ini (kasihan sekali) silakan cari sendiri di berbagai situs yang telah memuat banyak artikel tentang hal tersebut. Sejumlah buku-buku pun sudah memaparkan hal ini.



Jangan Lestarikan Yang Salah

Salah satu amanah reformasi adalah pelurusan dan pemurnian sejarah. Dan tokoh-tokoh yang kini berada di lingkaran elit kekuasaan harusnya memenuhi amanah ini. Apalagi Kebangkitan Nasional yang sesungguhnya itu, di tahun 1905, adalah juga kebangkitan organisasi Islam pertama di Nusantara. Umat Islam wajib membanggakan hal itu dan berjuang sekuat tenaga agar seluruh bangsa Indonesia mengetahuinya.
Adalah sangat memilukan jika umat Islam sendiri, apatah lagi tokoh-tokohnya, mengabaikan hal itu dan meneruskan kebohongan sejarah yang mendiskreditkan sejarah Islam Nusantara sendiri kepada generasi penerus bangsa ini. Janganlah mewariskan sesuatu yang salah. Katakanlah yang benar, walau kebenaran itu belum tentu manis rasanya.(rizki)

Rabu, 16 Juli 2008

liburan

Huyy,,,, temen - temen semuanya. . . .

liburan telah tiba nih. . .!!
mm. . . mau liburan kemana yah? trus kira - kira liburan kali ini kita mau ngapain yaah....
kayaknya kalau liburan di isi dengan hal - hal yang positif itu bagus banget ya,,
mungkin dengan bantu-bantu ibu di rumah,yaah hal-hal yang positif aja deh.

tapi klo aku liburan kali ini kebanyakan di rumah. bantu mama.....
maklum aku jarang banget bantuin mama ngerjain pekerjaan rumah. karena setiap ahari aku sibuk sekolah. berangkat pagi2 pulangnya sore, heeuuuuhhff cape".
nah...!! mumpung liburan sekolah, aku inisiatif untuk bantu2 di rumah, yaaa walaupun cuma bersih2 rumah.
mungkin liburan tuh enaknya jalan-jalan, shoping, kumpul sama temen-temen,apa lagi klo kita punya hobby yang asyik buat di lakuin di hari libur seperti ini. pasti menyenangkan....
ngomong2 liburan kumpul sama temen-temen, aku punya sahabat yang slalu ada di saat suka dan duka.mereka dah aku anggap seperti saudara ku sendiri.
mungkin liburan ku kebanyakan di isi dengan kumpul2 sama mereka. abiz klo nggak ketemu mereka ttuh kyak dunia mau kiamat.hee. . .
kok jadi curhat yaa...
duuuh cape niih...
pokoknya liburan ku kali ini menyenangkan banget deeh...

dan nggak terasa selama 2 minggu liburan udah mau selesai.alias berakhir. . .
awali hari pertama masuk sekolah dengan ceria.....

tha. . .tha. . .